Senin, 05 Juli 2021

PP Al-Anwar Sarang Rembang

BIOGRAFI KH MAIMUN ZUBAIR Dan SEJARAH PERTAMA BERDIRINYA PONDOK AL-ANWAR

KH. Maimun Zubair alias Mbah Moen merupakan seorang ulama yang dilahirkan di daerah Sarang, Rembang, Jawa Tengah pada 90 tahun silam, tepatnya pada 28 Oktober 1928.

Jejaknya mendalami ilmu tentang agama Islam merupakan turunan dari sang ayah yang juga merupakan ulama besar, yakni almarhum Almaghfur Zubair.

Ayah dari almarhum Mbah Moen adalah murid dari ulama besar Syaikh SaĆ­d al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.

Semasa hidupnya, Mbah Moen berkeseharian mengasuh Pondok Pesantren Al Anwar yang juga lokasinya berada di Sarang, Rembang Jawa Tengah.

Sebelum pesantren Sarang ini menjadi besar, terlebih dahulu pesantren ini telah ditirakati oleh pendahulunya, yaitu Mbah Muhdor dan Mbah Syamsiyah. Mbah Muhdlor berasal dari Bonang (daerah dekat lasem) dan bertempat tinggal di Sidoarjo. Sementara Mbah Syamsiyah adalah anak Kiai Misbah dari Sedan yang masih memiliki hubungan darah dengan Kiai Sayyid Sulaiman Mojo Agung Jawa timur. 

Leluhur Mbah Syamsyiyah itu status sosialnya lebih tinggi dari status sosial leluhur Mbah Muhdlor. Dalam diri Mbah Syamsiyah ini telah mengalir darah ke-kia-an dari Mbah Sulaiman yang merupakan ulama yang alim dan sakti madraguna. Mbah Sulaiman Mojo Agung. Sementara Mbah Muhdloromba nelayan biasa.

Melihat kondisi nasab yang sangat jauh itu, dan membasahi cintanya untuk Mbah Syamsyiyah, Mbah Muhdlor bernazar jika memungkinkan dapat mempersulit Mbah Syamsiyah yang melibatkan cucu Kiai Sulaiman Mojo Agung, maka akan dilakukan: “Bertata bahasa halus (kromo) ganti (Mbah Syamsiyah). Akan menerima semua permintaan Mbah Syamsyiyah tidak setuju dengan syariat Islam ”.

Nadzar Mbah Muhdlor untuk Mbah Syamsiyah meminta izin mestinya sebagai bukti cintanya kepada Mbah Syamsiyah. Bukan hanya itu, saking cintanya untuk Mbah Syamsyiyah, tatkala sedang melakukan perjalanan dari Sidoarjo menuju Sarang, Mbah Muhdlor mempersilahkan istri tercintanya untuk menaiki kuda, sementara itu ia harus menuntunnya dengan menggunakan kaki.

Ketika ijab qabul sudah berlangsung, Mbah Syamsiyah yang statusnya sudah menjadi Mbah Muhdlor itu rajin puasa disetujui penuh (dahrii) dan tidak mau dikumpuli terlebih dahulu sebelum Mbah Muhdlor bersama Mbah Syamsiyah pergi haji.

Ketika melakukan perjalanan ibadah haji, terdampar di tiga pulau karena kapalnya masih merupakan kapal layar. Tiga pulau tersebut yaitu: Pulau Mondoliko Jepara, Pulau pinang Malaysia dan Pulau Singapura. Ketika Mbah Muhdlor dan Mbah Syamsyiyah dianugrahi putra-putri oleh Allah, maka ia diciptakan sesuai dengan yang telah berhasil keduaya kompilasi berhaji. Yaitu sebagai berikut:

Putra pertama dinamakan Nyai Mondolika (istri KH Basyar Tuban yang menurunkan kiai-kiai Makam Agung Tuban). Putra kedua dinamakan Nyai Pinang yang disunting oleh Kiai Ghozali (Dimakamkan di Maqam Setumbun) Sarang yang menurunkan kiai-kiai Sarang. Putra tiga dinamakan Kiai Singgopuro (Kiai Misbah) yang kelak kehilangan Kiai-Kiai Sidoarjo. 


Selain dengan Mbah Syamsiyah, Mbah Muhdlor juga menikah dengan perempuan lain. Sebab, tatkala itu Mbah Syamsyiyah tidak mau diajak hubungan suami karena masih tirakatan. Mbah Syamsyiyah lebih suka tirakatan dari pada memenuhi ajakan pemberian tadi. Dengan penuh hormat dan cintanya kepada Mbah Syamsyiyah, Mbah Muhdlor mempersilahkan istri tercintanya untuk bertaqarrab dengan Allah lewat tirakatannya tadi.

Pernikahan Mbah Muhdlor dengan istri yang dimiliki ini, dikaruniai putri yang diberi nama Afiyah. Tujuan pemberian nama ini agar anak ini selamat.

Afiyah ini dinikahkan dengan Yusuf, sosok pemuda yang tampan. Keturunan Yusuf dan Afiyah ini kemudian hari dipondokkan di pesantren Sarang. Keturunannya ini menyebar di beberapa tempat. Ada yang di Pati, Juwono dan Sarang.

Sejarah pesantren Sarang ini tidak bisa dilepaskan dari Mbah Muhdlor dan Mbah Syamsyiyah. Karena, dari Riyadhohnya (tirakatannya) Mbah Syamsiyah, Allah telah menjadikan pesantren Sarang ini menjadi berkah.

Mulanya berdirinya pesantren Sarang ini dipelopori oleh Mbah Ghazali bin Lanah (Suami dari Mbah Pinang binti Muhdlor) yang merupakan menantunya Mbah Syamsyiyah. Lambat laun pesantren Sarang ini ramai. Sebab, akibat Mbah Ghazali bin Lanahlah yang meramaikan pesantren Sarang ini. Mbah Lanah dimakamkan di sebelah barat belakang MGS.

Sementara Mbah Ghozali menjadi seorang alim, tidak bisa terlepas dari peran Mbah Saman bin yaman (mengalahkan Mbah Serut Gresik) yang membiayai mondok, kemudian setelah pulang dari pondok mbah Saman mewakafkan tanahnya menjadi pondok (sekarang pondok MIS). Mbah Saman dimakamkan di pemakaman serut (Maqam MUS belakang MGS). (Aan Ainun Najib / Fathoni)

Ditulis oleh Mahrus Soleh Mahasiswa STIT Al-Ibrohimy Bangkalan memenuhi tugas UAS Prodi PAI Semester II Mata Kuliah Aswaja dan Studi Pesantren.

Dosen Pengampu : Subaidi, S.Pd, M.Ag 



0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.